Merti Dusun di Kelurahan Tambakboyo Kecamatan Ambarawa

Merti Dusun di Kelurahan Tambakboyo Kecamatan Ambarawa

Ambarawa, 11 Juni 2022

Merti Dusun sering disebut juga dengan Bersih Desa, hakikatnya sama dengan makna simbol rasa syukur masyarakat kepada sang Pencipta atas apa yang telah diberikan. Karunia tersebut dapat berupa rejeki yang melimpah, keselamatan, ketentraman, serta keselarasan hidup di dunia. Kegiatan semacam ini masih sangat lazim ditemukan di Pedesaan maupun Pedusunan bagian dari ritus dan situs yang ada di Desa. Masyarakat Jawa percaya ketika sedang dilanda duka dan musibah mendalam pun masih banyak hal yang pantas disyukuri.

Merti Dusun bagian dari perujudan rasa syukur, upacara merti desa acapkali juga terkait dengan ritual penghormatan kepada leluhur (nenek moyang), sehingga menghadirkan berbagai ritual simbolik terkait dengan tokoh dan riwayat yang diyakini menjadi cikal bakal keberadaannya sebagai pejuang dan babat alas Desa. Semuanya dilakukan dengan tetap memanjatkan doa dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa demi keselamatan, ketentraman, kesejahteraan dan keselarasan hidup seluruh warga desa. Silaturahmi, kekeluargaan, guyub, rukun, gotong royong, kebersamaan, keakraban, tepa selira, dan harmonis adalah sebagian dari sederetan kosakata yang begitu tepat dan saling menjalin makna saat menggambarkan bagaimana suasana yang terpancar dari berlangsungnya tradisi merti Dusun Nglambur yang ada di Desa Sidoharjo Samigaluh. Hendaknya sangat perlu bagi kita sebagai generasi penerus bangsa yang sekarang sudah mulai mapan, untuk tetap melangsungkan adat dan istiadat nenek moyang kita, dengan prespektif tetap menyembah dan meminta kepada-Nya. Karena jika kita tidak mulai menahan, memperkuat kebuadayaan kita sendiri, maka lambat laun tidak ada lagi upacara adat yang bernama Merti Dusun. Kelak hanya akan menjadi bagian dari cerita/nama saja.

Merti Dusun yang diadakan di Lingkungan RW. 01 Tambakboyo Kelurahan Tambakboyo Kecamatan Ambarawa ini diwarnai dengan kegiatan pagelaran wayang kulit dengan lakon Wahyu Jatmika Retna oleh dalang Ki Gunawan Purwoko, S. Sn.

Sekilas tentang pagelaran wayang dengan lakon Wahyu Jatmika Retna :
Negara Amarta hancur berkeping-keping disebabkan bencana alam sehingga rakyat hidup memprihatinkan. Dengan bimbingan Kyai Semar, Raden Bima diminta untuk bertapa di sungai Serayu dan tidur mengambang di atas air. Hal ini menyebabkan pengikut Bethara Durga banyak yang tersiksa dan kepanasan karena kekuatan dzikir Raden Bima. Bathari Durga meminta bantuan Bathara Guru agar mengingatkan Raden Bima untuk mengakhiri pertapaannya.

Akhirnya terjadi debat di antara ketiganya yang mengakibatkan Raden Bima dimasukkan ke Kawah Candradimuka. Hal itu mengakibatkan Puntadewa dan Kresna marah dan berubah wujud menjadi raksasa. Para dewa pun kocar-kacir karena raksasa tersebut mengamuk dengan hebatnya.

Raden Bima yang berada di dalam Kawah Candradimuka yang mengerikan tersebut tidak merasakan apapun, karena Raden Bima mendapat anugerah berupa Wahyu Jatmika Retna, sebuah Wahyu kesempurnaan dan hatinya telah berada pada capaian kemuliaan yang ternyata telah diketahui oleh Bathara Guru.

Di sisi lain, Bathara Guru yang merasa kuwalahan dalam menghadapi kedua raksasa tadi, meminta kepada Raden Bima untuk memukul mundur raksasa. Terjadilah pertempuran sengit di antara ketiganya, yang akhirnya kedua raksasa tersebut kalah dan kembali ke wujud semulanya yakni Puntadewa dan Kresna.

Kemudian Raden Bima kembali ke Amarta yang sebelumnya porak poranda menjadi damai dan mencapai kemuliaan.

Dalam acara ini juga dihadiri oleh Bapak Bupati Semarang, H. Ngesti Nugraha, SH, MH.